Posted by : Unknown Rabu, 16 Maret 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pendahuluan
Pada masa sekarang ini tidak susah untuk mengetahui banyaknya anak yang turun ke jalanan dan hidup di jalanan di Indonesia. Alasannya tidak lain dan tidak bukan karena semakin hari biaya hidup di negara ini semakin mahal, terjadi ketimpangan sosial dimana-mana. Hal ini menyebabkan keluarga miskin menjadi semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang tua mereka dengan terang-terangan menggunakan mereka sebagai belas kasihan, hal ini dilakukan karena mereka tidak tahu lagi seperti apa mencari uang.
Pemerintah nampaknya harus bekerja lebih keras, mengingat dalam UUD 1945 pasal 34 yang berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Artinya sesungguhnya mereka yang hidup terlantar (termasuk anak jalanan) juga harus menjadi perhatian negara. Ironisnya pemerintah seolah angkat tangan dalam menangani anak jalanan. Malah terkadang pemerintah melakukan razia baik untuk gepeng (gelandangan dan pengemis) ataupun anak jalanan. Padahal sebenarnya hal itu bukanlah solusi, karena akar dari permasalahan anak jalanan itu sendiri adalah kemiskinan. Jadi kalau ingin tidak ada anak jalanan ataupun gepeng pemerintah harusnya memikirkan cara mengentaskan mereka dari kemiskinan. Mengentaskan kemiskinan adalah hal yang sulit, alternatif lain dengan cara meningkatkan pendidikan pada anak jalanan, karena mereka juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain.
Pemerintah harusnya lebih memperhatikan bagaimana solusi untuk menangani anak jalanan, karena sebenarnya mereka juga merupakan aset yang berharga bagi bangsa ini. Sebagaimana yang telah di amanahkan dalam pasal 31 UUD 1945, bahwa negara wajib membiayai penyelenggaraan pendidikan minimal 20 % dari anggaran APBN atau APBD.
Jadi, pemerintah harusnya lebih tegas dalam masalah pendidikan agar permasalahan anak putus sekolah dapat berkurang atau bahkan hilang sama sekali, karena di tangan merekalah nasib dari bangsa ini dan merekalah yang akan meneruskan cita-cita dan perjuangan bangsa ini untuk menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.
B.     Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam amkalah ini dalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana definisi dan batasan anak jalanan ?
2.      Apa saja  pengelompokkan anak jalanan ?
3.      Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan adanya anak jalanan ?
4.      Bagaimana solusi dan pemerintah dalam mengatasi anak jalanan ?
5.      Bagaimna kesejahteraan sosial anak dan stabilitas ?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui seluk beluk anak jalanan serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasinya.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Dan Batasan Anak Jalanan
Departemen Sosial RI mendefinisikan, “anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunyauntuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat lainnya”.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya (H.A Soedijar, 1988 : 16). 
B.     Pengelompokkan Anak Jalanan
Himpunan mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marjinal Kota (HIMMATA) mengelompokan anak jalanan menjadi dua kelompok, yaitu anak semi jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan dijalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga. Sedangkan anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa punya hubungan dengan keluarganya (Asmawati, 2001 : 28 ).
Menurut Tata Sudrajat (1999:5) anak jalanan dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu :Pertama, Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan (anak yang hidup dijalanan / children the street). Kedua,anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan (Children on the street). Ketiga, Anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan ( vulnerable to be street children).
Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (1999 ; 22-24) anak jalanan  dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1.      Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka. 
2.      Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya. 
3.      Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas usaha mereka yang paling menyolok adalah berjualan koran.
4.      Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua ataupun saudaranya) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.
Secara garis besar terdapat dua kelompok anak jalanan, yaitu : 1). Kelompok anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalan. Anak yang hidup di jalan melakukan semua aktivitas dijalan, tidur dan menggelandang secara berkelompok. 2). Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan (masih pulang ke rumah orang tua). 
Sampai saat ini istilah “Anak Jalanan” belum tercantum dalam Undang-Undang apapun. Akan tetapi kita dapat mengkaji hal tersebut melalui beberapa UU yang menyangkut tentang anak-anak terlantar. Pasal 34 UUD45 menyebutkan “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Dalam konteks ini paling tidakada dua hal penting yang perlu dicermati yaitu siapakah yang dimaksud dengan “anak terlantar” dan  apa maksud dan bagaimana mekanisme “pemeliharaan” oleh Negara itu?
Istilah “Anak terlantar” yang digunakan para “Bapak Bangsa” lebih dari setengah abad yang lalu itu telah didefinisikan pemerintah melalui pasal 1 ayat 7 UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Di sana disebutkan  bahwa anak terlantar adalah  anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial.  Selanjutnya pada pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa  “anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan negara atau orang atau badan." Begitu juga dengan pasal 5 ayat 1 disebutkan  bahwa “anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara wajar”.
UU. No 4 /1997 tersebut secara eksplisit juga menyoroti tanggung jawab orang tua dalam hal pengasuhan anak. Pasal 9 menebutkan bahwa” Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial”.  Pernyataan itu diperkuat dengan bunyi pasal 10 ayat 1: ”orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya sebagai mana termaktub dalam pasal 9 sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya”.
Dari beberapa konsep yang dikutip dari UU  di atas, dapat disimpulkan bahwa anak jalan termasuk dalam katagori “anak terlantar” atau “anak tidak mampu” yang selayaknya mendapat pengasuhan dari negara. Sebagian besar anak jalanan memang merupakan korban dari penelantaran orang tua. Secara umum UU yang disebutkan di atas sebenarnya sudah cukup memadai untuk digunakan dalam upaya perlindungan anak-anak jalanan. Akan tetapi sejumlah peraturan yang seharusnya diterbitkan sebagai alat implementasi hukum sangat lambat ditindak lanjuti oleh pemerintah, sehingga  misalnya hukum yang mengatur pelanggaran orang tua yang menelantarkan anaknya (UU kesejahteraan Anak Ps 10, UU Perkawinan Ps 49, KUHPerdata Ps 319 tidak pernah mengakibatkan satu orangtua pun dihukum.
Persoalan lain yang menyangkut perundang-undangan itu ialah seringnya terjadi ketidakkonsistenan antara isi dari hukum yang satu dengan yang lain, baik  dalam kekuatan yang setara, maupun antara yang tinggi dengan yang lebih rendah. Dalam peraturan penanggulangan masalah “Gepeng” (gelandangan-pengemis) misalnya, intervensi negara terhadap pemberantasan gelandangan pada anak tidak dibedakan secara tegas  dengan dengan gelandangan dewasa. Hal ini tentu saja bersebrangan dengan UU No. 4 tahun 1979 yang menjamin kesejahteraan anak.
Hal yang hampir sama juga terjadi pada pengadilan anak-anak. Sering dalam prakteknya perlakuan terhadap si anak masih disamaratakan dengan orang dewasa, baik dalam persidangan maupun dalam proses sebelum dan setelah itu. Untuk persidangan kasus-kasus tertentu seperti narkoba,  dalam prakteknya juga tidak parnah ada analisis lebih dalam yang bisa menetapkan secara tepat apakah seorang anak itu memang merupakan pelaku kejahatan narkoba atau malah justru sebagai korban. Akibatnya seringkali si anak korban narkoba yang seharusnya dirawat di tempat rehabilitasi, justru malah dipenjara bersama dengan penjahat sebenarnya.
C.    Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Adanya Anak Jalanan
Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab tumbuhnya anak jalanan. Parsudi Suparlan berpendapat bahwa adanya orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah kota, tetapi justru karena tekanantekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota (Parsudi Suparlan, 1984 : 36).
Menurut Saparinah Sadli (1984:126) bahwa ada berbagai faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah gelandangan, antara lain: faktor kemiskinan (struktural dan pribadi), faktor keterbatasan kesempatan kerja (faktor intern dan ekstern), faktor yang berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000:11) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena:
1.      Kekerasan dalam keluarga.
2.      Dorongan keluarga.
3.      Ingin bebas.
4.      Ingin memiliki uang sendiri.
5.      Pengaruh teman. 
Beragam faktor tersebut yang paling dominan menjadi penyebab munculnya anak jalanan adalah faktor kondisi sosial ekonomi di samping karena adanya faktor broken home serta berbagai faktor lainnya.
D.    Solusi Dan Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Anak Jalanan
Ada tiga pendekatan untuk mengatasi masalah anak jalanan yang harus dilakukan oleh   pemerintah, yaitu:
1.      Pendekatan Penghapusan (abolition)
Lebih mendekatkan pada persoalan struktural dan munculnya gejala anak jalanan. Anak jalanan adalah produk dari kemiskinan, dan merupakan akibat dari bekerjanya sistem ekonomi politik masyarakat yang tidak adil. Untuk mengatasi masalah anak jalanan sangat tidak mungkin tanpa menciptakan struktur sosial yang adil dalam masyarakat. Pendekatan ini lebih menekankan kepada perubahan struktur sosial atau politik dalam masyarakat, dalam rangka melenyapkan masalah anak jalanan.
2.      Pendekatan Perlindungan (protection)
Mengandung arti perlunya perlindungan bagi anak-anak yang terlanjur menjadi anak jalanan. Karena kompleksnya faktor penyebab munculnya masalah kemiskinan, maka dianggap mustahil menghapus kemiskinan secara tuntas. Untuk itu anak-anakyang menjadi korban perlu di lindungi dengan berbagai cara, misalnya:melalui perumusan hukum yang melindungi hak-hak anak. Fungsionalisasi lembaga pemerintah, LSM dan lembaga-lembaga sosial lainnya. Perlindungan ini senada dengan pendapat pemerintah melalui departemen sosial, praktisi-praktisi LSM dan UNICEF di mana tanggal 15 Juni 1998 membentuk sebuah lembaga independent yang melakukan perlindungan pada anak. Yaitu lembaga perlindungan anak (LPA) membentuk LA tersebut didasarkan pada prinsip dasar terbentuknya embrio LPA, yaitu:1) Anak di fasilitasi agar dapat melaporkan keadaan dirinya.2) Menghargai pendapat anak.3) LPA bertanggung jawab kepada masyarakat bukan kepada pemerintah.4) Accountability Menurut Nugroho, sisi negatif dari pendekatan perlindungan tersebutadalah strategis perlindungan hanya akan menjadi ajang kepentingan para elitdan tokoh masyarakat sehingga berimplikasi pada tidak tuntasnyapenyelesaian problem anak jalanan. Produk-produk hukum yang dirumuskan sebagai wujud bagi perlindungan terhadap anak.
3.      Pendekatan Pemberdayaan (empowerment)
Menekankan perlunya pemberdayaan bagi anak jalanan. Pemberdayaan ini bermaksud menyadarkan mereka yang telah menjadi anak jalanan agar menyadari hak dan posisinya dalam konteks social, politik ekonomi yang abadi di masyarakat. Pemberdayaan biasanya di lakukan dalam bentuk pendampingan. Yang berfungsi sebagai fasilitator, dinamisator, katalisator bagi anak jalanan. Pemberdayaan ini dikatakan berhasil jika anak jalanan berubah menjadi kritis dan mampu menyelesaikan permasalahannya secara mandiri.
Selain itu ada cara lain yang mampu mengatasi masalah anak jalanan, yaitu sebagai berikut:
1.      Melakukan pembatasan terhadap arus urbanisasi (termasuk arus masuknya anak-anak) ke Jakarta, dengan cara operasi yustisi, memperkuat koordinasi dengan daerah asal, pemulangan anak jalanan ke daerah asal dll.
2.      Melakukan identifikasi terhadap akar permasalahan guna menyelesaikan masalah anak jalanan tersebut dengan menyentuh pada sumber permasalahannya. Sebagai contoh: banyak diantara anak jalanan yang menjadi tulang punggung keluarganya. Jika ini yang terjadi, maka pemerintah tidak bisa hanya melatih, membina atau mengembalikan si anak ke sekolah. Tapi lebih dari itu, pemerintah harus melakukan pendekatan dan pemberdayaan ekonomi keluarganya.
3.      Mengembalikan anak jalanan ke bangku sekolah.
4.      Memberikan perlindungan kepada anak jalanan tanpa terkecuali. UU nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa perlindungan anak perlu dilakukan dengan tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
5.      Menciptakan program-program yang responsif terhadap perkembangan anak, termasuk anak jalanan.
6.      Melakukan penegakan hukum terhadap siapa saja yang memanfaatkan keberadaan anak-anak jalanan.
7.      Membangun kesadaran bersama bahwa masalah anak jalanan sesungguhnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.

E.     Kesejahteraan Sosial Anak dan Stabilitas
Anak merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan pengembangannya (pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara.
Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk didalamnya anak jalanan) tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya pendalaman di bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu meningkatkan kreativitas keimanan, intelektualitas, disiplin, etos kerja dan keterampilan kerja. 
Di sisi lain stabilitas nasional adalah gambaran tentang keaadan yang mantap, stabil dan seimbang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan ditanganinya dengan baik  masalah anak jalanan akan memperkuat sendi-sendi kesejahteraan sosial serta stabilitas nasional kita di masa yang akan datang.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Permasalahan anak putus sekolah (anak jalanan) akan semakin rumit jika dibiarkan saja. Semakin hari angka tersebut akan semakin tinggi, jika tidak dilakukan upaya tegas dari pemerintah.
Banyaknya anak putus sekolah dan beralih menjadi anak jalanan sebab yang mendasar adalah masalah ekonomi keluarga.
Disini peran pemerintah sangat diperlukan. Untuk menanggulanginya pemerintah dapat menciptakan lapangan kerja, program kredit usaha rakyat atau koperasi, memberikan ketrampilan dan modal usaha agar para orang tua bekerja dan mampu menyekolahkan anak mereka.
Dan yang terpenting adalah sosialisasi atau kampanye tentang arti penting pendidikan. Memberikan pemahaman tentang arti penting dari generasi sekarang untuk masa depan bangsa ini.
B.     Saran
Sebaiknya pemerintah harus terus konsisten untuk memberikan pendidikan gratis bagi anak jalanan agar mereka tidak kembali lagi hidup di jalanan dan juga bisa memperbaiki kehidupan mereka kedepannya. Pembuatan sekolah murah dan program orang tua asuh juga harus terus digalakkan untuk memperkecil angka anak jalanan. Orang tua juga sebisa mungkin memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup kepada anak mereka agar anak mereka menjadi betah di rumah dan tidak turun ke jalan.


DAFTAR PUSTAKA


Ahira, Anne. Memfasilitasi Pendidikan bagi Anak Jalanan, (online), (http://anneahira.com
 Arief, Armai. 15 Juni 2004. Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan, (online), (http://anjal.blogdrive.com
 Coretan Penghuni Jalanan. Langkah Solutif Permasalahan Anak Jalanan, (online), (http://benradit.wordpress.com
Hapsari, Endah. 09 April 2013. Awas, Kasih Uang ke Anak Jalanan Bisa Kena Sanksi,(online), (http://republika.co.id
Sanyoto, Agus. Bagaimana Mengatasi Problem Anak Jalanan di Ibukota?, (online), (http://belantarajakarta.wordpress.com 

Syaifudin. Ketidakberfungsian Lembaga Pemerintah terhadap Masalah Putus Sekolah, (online), (http://edukasi.kompasiana.com

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Makalah Anak Jalanan Dan Terlantar - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -